Penyebab Orang Stroke Terkena Seperti Gangguan Jiwa
Stroke sering dikenal sebagai penyakit yang menyerang saraf dan menyebabkan kelumpuhan pada tubuh. Namun, banyak orang tidak menyadari bahwa stroke juga dapat mengganggu fungsi kejiwaan dan emosi penderitanya. Tidak sedikit pasien stroke yang mengalami perubahan perilaku, mudah marah, depresi, atau bahkan tampak seperti memiliki gangguan jiwa setelah terserang stroke.
Fenomena ini sering membingungkan keluarga pasien karena perubahan tersebut muncul tiba-tiba, padahal sebelum stroke pasien mungkin dikenal sebagai pribadi yang tenang dan rasional. Lalu, mengapa hal ini bisa terjadi? Mari kita bahas secara lengkap.
Apa Hubungan Stroke dan Gangguan Jiwa?
Stroke terjadi ketika aliran darah ke bagian otak terganggu, baik karena sumbatan (stroke iskemik) maupun pecahnya pembuluh darah (stroke hemoragik). Akibatnya, jaringan otak yang kekurangan oksigen dan nutrisi akan rusak.
Otak manusia bukan hanya mengatur gerakan tubuh, tetapi juga mengontrol emosi, perilaku, dan kemampuan berpikir. Ketika area otak yang berperan dalam fungsi ini rusak, muncullah perubahan pada kepribadian, perasaan, atau cara berpikir pasien.
Inilah sebabnya mengapa sebagian penderita stroke tampak mengalami perubahan mental atau gejala mirip gangguan jiwa.
Penyebab Orang Stroke Terlihat Seperti Mengalami Gangguan Jiwa
Berikut adalah beberapa penyebab umum mengapa penderita stroke bisa menunjukkan gejala seperti mengalami gangguan kejiwaan:
1. Kerusakan pada Bagian Otak yang Mengatur Emosi
Setiap bagian otak memiliki fungsi yang berbeda. Bila stroke menyerang bagian otak depan (lobus frontal) atau sistem limbik — pusat pengaturan emosi — pasien dapat kehilangan kemampuan untuk mengendalikan perasaan.
Akibatnya, muncul gejala seperti:
Mudah marah atau tersinggung
Menangis atau tertawa tanpa sebab
Sulit menahan emosi
Tidak peka terhadap lingkungan sekitar
Kondisi ini dikenal sebagai emotional lability (ketidakstabilan emosi), yang sering disalahartikan sebagai gangguan jiwa.
2. Depresi Pasca-Stroke
Depresi merupakan komplikasi yang sangat umum setelah stroke. Sekitar 30–50% penderita stroke mengalami depresi dalam 6 bulan pertama setelah serangan.
Penyebabnya bukan hanya karena perubahan psikologis akibat kehilangan kemampuan fisik, tetapi juga karena ketidakseimbangan zat kimia otak (neurotransmiter) akibat kerusakan jaringan saraf.
Gejalanya antara lain:
Murung dan kehilangan semangat
Sering menangis tanpa alasan
Menarik diri dari lingkungan
Tidak nafsu makan dan sulit tidur
Jika tidak ditangani, depresi ini bisa membuat pasien tampak seperti mengalami gangguan kejiwaan berat.
3. Post-Stroke Psychosis (Psikosis Pasca-Stroke)
Dalam beberapa kasus, stroke dapat memicu psikosis, yaitu gangguan mental yang menyebabkan penderita kehilangan kontak dengan realitas.
Gejala yang bisa muncul antara lain:
Halusinasi (melihat atau mendengar sesuatu yang tidak nyata)
Delusi (percaya pada hal yang salah tanpa bukti)
Perubahan perilaku ekstrem
Bicara kacau atau tidak masuk akal
Kondisi ini jarang terjadi, namun bisa sangat mengganggu dan menakutkan bagi keluarga pasien. Psikosis pasca-stroke memerlukan pengobatan medis oleh psikiater dan ahli saraf.
4. Kecemasan dan Ketakutan Berlebihan
Setelah mengalami stroke, banyak pasien merasa trauma atau takut serangan stroke akan terulang kembali.
Kecemasan yang berlebihan ini dapat memicu gejala seperti:
Gelisah terus-menerus
Sulit tidur
Jantung berdebar
Pikiran tidak tenang
Jika tidak dikendalikan, kecemasan kronis dapat menyebabkan gangguan psikosomatik, bahkan menyerupai gangguan mental.
5. Efek Samping Obat atau Perawatan
Beberapa obat yang digunakan untuk mengobati stroke, seperti obat penenang atau pengatur tekanan darah, kadang menimbulkan efek samping berupa gangguan mood atau kebingungan.
Selain itu, terapi atau rawat inap yang panjang juga bisa membuat pasien stres dan kehilangan orientasi terhadap waktu atau tempat.
6. Reaksi Psikologis terhadap Kondisi Fisik
Bagi banyak pasien, kehilangan kemampuan untuk berbicara, berjalan, atau mengurus diri sendiri merupakan pukulan besar secara mental.
Mereka bisa merasa tidak berguna, malu, atau minder. Emosi yang tertekan dalam waktu lama dapat berkembang menjadi depresi berat atau perilaku seperti orang dengan gangguan jiwa.
Bagaimana Cara Mengatasinya?
Perubahan perilaku atau gejala mental pada penderita stroke tidak boleh diabaikan. Dengan perawatan yang tepat, kondisi ini dapat dikendalikan bahkan sembuh total. Berikut beberapa langkah penting yang dapat dilakukan:
1. Dapatkan Penanganan dari Dokter Spesialis
Segera konsultasikan dengan dokter saraf dan psikiater.
Mereka akan menentukan apakah gangguan yang muncul disebabkan oleh kerusakan otak, efek obat, atau masalah psikologis.
Pengobatan dapat mencakup terapi obat, psikoterapi, dan rehabilitasi.
2. Lakukan Terapi Psikologis
Terapi psikologis seperti counseling dan terapi kognitif perilaku (CBT) sangat efektif untuk membantu pasien menata pikiran dan emosi.
Dengan bimbingan psikolog, pasien belajar menghadapi rasa takut, stres, dan menerima kondisi dirinya secara positif.
3. Dukungan Keluarga Sangat Penting
Keluarga memiliki peran besar dalam pemulihan pasien stroke.
Hindari memarahi atau menganggap pasien “gila”. Sebaliknya, berikan dukungan moral, ajak bicara dengan lembut, dan bantu dalam aktivitas sehari-hari.
Ketenangan lingkungan membantu otak lebih cepat pulih.
4. Pola Hidup Sehat
Selain terapi medis, perubahan gaya hidup juga penting untuk menjaga kesehatan otak:
Konsumsi makanan bergizi dan seimbang
Istirahat cukup
Rutin olahraga ringan sesuai anjuran dokter
Hindari stres berlebihan
Semua ini membantu mempercepat regenerasi sel otak dan menstabilkan hormon yang memengaruhi suasana hati.
5. Hindari Isolasi Sosial
Dorong pasien untuk tetap berinteraksi dengan orang lain, mengikuti terapi kelompok, atau kegiatan ringan yang bisa menumbuhkan rasa percaya diri.
Isolasi justru akan memperburuk kondisi mental pasien.
Komentar
Posting Komentar